Jakarta | Jabar Pos – Mantan Direktur Operasional PT Timah, Alwin Albar, dihadirkan sebagai saksi dalam sidang dugaan korupsi timah dengan terdakwa Harvey Moeis Rabu (30/10).
Pada sidang tersebut, Alwin dimintai keterangan mengapa PT Timah melibatkan masyarakat dalam aktivitas pertambangan rakyat dan menggandeng smelter swasta untuk mengolah bijih timah.
Padahal, pertambangan dilakukan di area yang masih masuk dalam wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT Timah.
Alwin menjelaskan, ada beberapa alasan mengapa ada sejumlah area tambang yang tak digarap sendiri oleh PT Timah.
Yang pertama masalah kepemilikan lahan dan kedua adalah masalah efisiensi.
Dalam urusan lahan, Alwin mengatakan ada area-area yang secara status kepemilikan lahan berada di bawah kepemilikan masyarakat secara sah meski masuk dalam wilayah IUP PT Timah.
Agar pertambangan di area tersebut bisa dilakukan, PT Timah harus terlebih dahulu membebaskan lahan dari masyarakat agar memenuhi prinsip Clear and Clear (CnC).
Saat ditanya, mengapa PT Timah tidak membebaskan saja lahan tersebut dari masyarakat. Alwin mengatakan belum tentu masyarakat mau menjual tanahnya, “Masalahnya, masyarakat mau jual tanahnya tidak? Kan mereka belum tentu mau jual,” tutur dia.
PT Timah dengan melakukan kemitraan kepada masyarakat pemilik lahan untuk melakukan pertambangan.
Setelah itu, muncul kebijakan agar kerja sama dengan penambang rakyat dilakukan lewat badan hukum berbentuk CV dengan pola kemitraan. CV didirikan oleh masyarakat pemilik lahan yang berada di wilayah IUP PT Timah.
Lewat pola ini, tercipta ekosistem yang lebih tertata agar timah yang ditambang oleh masyarakat di wilayah IUP PT Timah tidak diperdagangkan secara ilegal.
Alwin menceritakan alasan mengapa PT Timah kala itu menggandeng smelter swasta dalam memproses bijih timah yang diproduksi penambang rakyat.
“Karena biaya pengolahannya lebih murah,” sebut dia.
Pernyataan Alwin sejalan dengan keterangan saksi dalam beberapa persidangan sebelumnya.
Alwin menegaskan, seluruh aktivitas dan keputusan bisnis yang diambil direksi serta pejabat PT Timah kala itu sudah sesuai dengan aturan yang berlaku dan dalam pengawasan lembaga berwenang dalam hal ini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Intinya waktu tahun 2022 itu, semua temuan sudah sesuai kecuali ada 3 piutang PT Timah dan anak usaha, selebihnya sudah sesuai dengan rekomendasi BPK,” imbuh dia. (die)