Jakarta | Jabar Pos – Standar bahan bakar Euro 4 membutuhkan kandungan sulfur maksimum 50 juta per bagian (ppm) sementara, bahan bakar yang dijual di Indonesia berkisar antara 150 hingga 400 ppm untuk bensin dan dari 300 hingga 2.000 ppm untuk solar.
Implementasi penuh standar bahan bakar Euro 4 di Jakarta diproyeksikan dapat menghemat hingga Rp 550 miliar per tahun, dalam biaya perawatan kesehatan pada tahun 2030.
Bahan bakar Euro 4 adalah standar yang ditetapkan oleh Uni Eropa untuk mengurangi emisi kendaraan yang berbahaya dan meningkatkan kualitas udara.
Perhitungan ini berasal dari Analisis Dampak Standar Kualitas Bahan Bakar yang dirilis oleh lembaga pemikir energi dan lingkungan, Institute for Essential Service Reform (IESR) pada hari Selasa (19/11).
“Saat ini, kualitas bahan bakar yang tersedia di Indonesia khususnya solar dan bensin, masih jauh dari standar internasional yang telah diterapkan di negara maju,” kata Direktur Eksektutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa, di Jakarta.
Sebagian besar bensin yang tersedia di Indonesia, seperti Pertalite dan Pertamax, mengandung kadar sulfur mulai dari 150 hingga 400 juta per bagian (ppm).
Namun, standar Euro 4 mengharuskan kandungan sulfur dikurangi hingga maksimum 50 ppm. Pertamax Turbo sudah memenuhi persyaratan ini, seperti halnya Pertamax Green, yang diperkenalkan pada tahun 2023, juga mengandung 5 persen bioetanol (BES).
Kualitas bahan bakar diesel saat ini masih jauh dari persyaratan Euro 4. Biosolar mengandung sulfur hingga 2.000 pm, sementara Dexlite memiliki 1.200 ppm, keduanya kurang dari standar Euro 2.
Pertadex, yang memenuhi Euro 3 dengan 300 ppm belerang, masih belum memenuhi standar Euro 4, yang diterapkan oleh negara-negara anggota UE pada Januari 2006.
Nantinya bahan bakar Euro 4 diharapkan dapat mengurangi polusi udara sebesar 90,26 persen.
Menurut Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS Kesehatan), biaya pengobatan penyakit terkait polusi udara di Jakarta mencapai Rp 1,2 triliun di 2023. Penyakit jantung iskemik, yang menelan biaya Rp 471 miliar, dan pneumonia yang menelan biaya Rp 409 miliar.
lESR mendesak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk segera menerapkan Peraturan Menteri No. 20/2017, yang menetapkan spesifikasi bahan bakar untuk kendaraan Euro 4.
Untuk memenuhi standar Euro 4, IESR merekomendasikan untuk meningkatkan produksi bahan bakar domestik dan meningkatkan impor bahan bakar yang sesuai.
Produsen minyak dan gas milik negara PT Pertamina perlu berinvestasi dalam peningkatan kilang, baik melalui kemitraan publik-swasta (PPP) atau suntikan modal negara.
Karena sekitar 30 persen bahan bakar di Indonesia diimpor, pemerintah juga harus memprioritaskan pergeseran impor ke bahan bakar yang sesuai dengan Euro 4 dalam jangka pendek.
Sementara mengadopsi standar Euro 4 akan menaikkan biaya bahan bakar dengan perkiraan Rp 200 per liter, dampak pada anggaran subsidi diharapkan dapat dikelola.
Negara-negara anggota Uni Eropa menerapkan standar Euro 5 mulai Januari 2011 dan standar Euro 6 pada September 2015. (die)