Jakarta | Jabar Pos – Pemerintah akan menyusun peraturan baru yang akan memungkinkan negara untuk mengubah sawah menjadi tanah yang cocok untuk pengembangan perumahan.
Dua pejabat ditetapkan untuk memimpin inisiatif tersebut, yaitu Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nusron Wahid dan Menteri Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
“Kami akan mengusulkan nama Tanah Pertanian Pangan Berkelanjutan Nasional [LP2B],” kata Nusron pada hari Kamis (5/12)selama pertemuan nasional Real Estate Indonesia (REL) di Bandung.
Rencana itu muncul ketika negara diperkirakan kehilangan lebih dari 100.000 hektar (ha) sawah setiap tahun karena konversi lahan. Sementara itu, negara telah memproyeksikan hanya dapat menciptakan 60.000 ha sawah baru setiap tahunnya.
Tahun ini, Statistik Indonesia memperkirakan bahwa negara ini memiliki 10,05 juta hektar sawah, yang sudah menandai penurunan dari tahun-tahun sebelumnya. Badan tersebut memperkirakan produksi beras akan mencapai 30,34 juta ton tahun ini, penurunan 760.000 ton dari tahun lalu.
Sementara itu, Presiden Prabowo Subianto telah berjanji untuk membuat negara ini mandiri dalam produksi beras pada akhir tahun 2027, dengan harapan bahwa tujuan serupa dapat dicapai dalam komoditas pangan lainnya yang masih bergantung pada impor.
Nusron mengatakan, pengembangan yang mengubah sawah menjadi proyek perumahan harus membuat lahan baru di tempat lain, terutama yang terletak di daerah yang dilindungi oleh pemerintah.
Jika tidak ada lagi lahan subur yang cocok untuk menanam padi di daerah di mana konversi terjadi, pengembang harus menemukan petak baru di daerah yang berbeda untuk menebus ladang yang hilang.
Pemerintah bertujuan memperkenalkan kebijakan untuk sawah di Papua, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, Jambi dan Bengkulu.
Pemerintahan Prabowo telah menetapkan tujuan untuk membangun 3 juta rumah baru untuk berpenghasilan rendah setiap tahun, di mana lebih dari 60 persen akan didirikan di daerah pedesaan, dengan sisanya terletak di kota-kota besar dan sekitarnya.
Tahun lalu, negara menghadapi backlog (kuantitas rumah yang belum/tidak tertangani) perumahan lebih dari 12,7 juta unit karena permintaan perumahan jauh melampaui pasokan, angka tersebut menandai peningkatan dari 11 juta unit yang tercatat di tahun sebelumnya.
Namun, akuisisi tanah tetap menjadi perhatian utama untuk pengembangan properti.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan memperkirakan ada 79.000 ha lahan yang dimiliki oleh negara yang dianggap cocok untuk program 3 juta rumah baru, yang diyakini sudah cukup karena inisiatif tersebut diproyeksikan hanya menggunakan 26.000 ha.
Menteri Perumahan Umum dan Pemukiman Maruarar Sirait, pada akhir Oktober juga mempertimbangkan penggunaan plot yang disita dan tempat transit untuk menebus tanah yang dibutuhkan untuk program tersebut. (die)