Jabarpos.id – Harga minyak dunia menunjukkan pergerakan yang cenderung mendatar pada perdagangan Rabu (23/7/2025) pagi, di tengah bayang-bayang ketidakpastian negosiasi dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok.
Data Refinitiv menunjukkan harga minyak mentah berjangka Brent untuk kontrak terdekat dibuka pada US$68,92 per barel, sempat menyentuh US$69,10, sebelum akhirnya melemah tipis ke US$68,85. Sementara itu, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September berada di US$65,55 per barel, lebih rendah dari penutupan hari sebelumnya di US$66,21.

Sempat ada harapan penguatan setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan kesepakatan tarif baru dengan Filipina sebesar 19% dan Jepang sebesar 15%. Namun, pasar kini lebih memilih untuk menunggu hasil negosiasi AS-China di Stockholm pekan depan. Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, mengisyaratkan adanya kemungkinan perpanjangan batas waktu negosiasi hingga melewati 12 Agustus.
Negosiasi kali ini dinilai lebih rumit karena melibatkan isu sensitif, yaitu pembelian minyak Rusia dan Iran oleh Beijing, yang sebelumnya terkena sanksi. Ketidakpastian ini membuat para pelaku pasar enggan mengambil posisi yang terlalu agresif.
Sejak awal Juli, harga minyak cenderung stabil setelah sempat bergejolak di bulan Juni akibat konflik Israel-Iran. Secara keseluruhan, Brent masih terkoreksi sekitar 8% sepanjang tahun ini, tertekan oleh kekhawatiran perlambatan konsumsi akibat perang tarif yang digagas Trump serta rencana OPEC+ untuk meningkatkan produksi mulai kuartal ketiga.
Di sisi lain, data persediaan minyak mentah AS memberikan sedikit dukungan. Laporan industri menunjukkan penurunan tipis pada stok minyak mentah AS pada pekan lalu, meskipun angka resmi baru akan dirilis pada Rabu malam waktu setempat.
Dalam jangka pendek, harga minyak diperkirakan akan terus bergerak sideways di kisaran US$68-70 per barel hingga ada kejelasan mengenai hasil negosiasi AS-China. Jika kesepakatan dagang tercapai dan ketegangan tarif mereda, potensi rebound tetap terbuka. Namun, jika sebaliknya, risiko penurunan permintaan bisa menyeret harga minyak lebih rendah.
Pasar juga menantikan arah kebijakan OPEC+ yang akan menggelar pertemuan teknis bulan depan untuk memutuskan apakah perlu dilakukan pemangkasan produksi lebih lanjut guna menyeimbangkan pasar.





