jabarpos.id – Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) akhirnya buka suara terkait mengapa suku bunga dasar kredit (SBDK) dan suku bunga tabungan di bank-bank belum juga mengalami penurunan signifikan, meskipun Bank Indonesia (BI) telah menurunkan BI Rate sebanyak tiga kali sepanjang tahun 2025.
Ketua Umum Perbanas, Hery Gunadi, menjelaskan bahwa industri perbankan saat ini berada dalam kondisi likuiditas yang cukup memadai. Selain penurunan suku bunga acuan, imbal hasil instrumen surat berharga dan penurunan ketentuan giro wajib minimum (GWM) oleh BI juga turut berkontribusi.

"Likuiditas yang baik ini tentu akan positif bagi perbankan dalam menyalurkan kredit," ujar Hery dalam acara Perbanas Review of Indonesia’s Mid-Year Economy 2025 di Jakarta, Kamis (31/7/2025).
Namun, Hery menekankan bahwa penyaluran kredit tidak hanya bergantung pada ketersediaan dana, tetapi juga pada permintaan dari masyarakat. Permintaan kredit ini sangat dipengaruhi oleh kondisi makro ekonomi dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
"Permintaan kredit berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi. Saat ini, kita melihat adanya sedikit perlambatan karena pengaruh global, ketegangan politik, perang tarif, dan faktor lainnya," jelasnya.
Selain itu, Hery juga menyoroti bahwa penurunan suku bunga acuan global, khususnya oleh bank sentral AS (The Fed), juga belum terealisasi akibat inflasi tinggi dan perang tarif. Hal ini turut mempengaruhi ekspektasi penurunan suku bunga di negara-negara lain.
Hery menambahkan bahwa transmisi penurunan suku bunga acuan ke SBDK membutuhkan waktu. Proses ini tidak terjadi secara instan karena suku bunga deposito memiliki jangka waktu yang bervariasi, mulai dari satu bulan hingga satu tahun.
"Jadi, penurunan suku bunga acuan tidak serta merta langsung menurunkan suku bunga deposito. Proses transmisi ini membutuhkan waktu," katanya.
Hery berharap bahwa dorongan melalui kebijakan fiskal yang lebih baik, seperti peningkatan belanja pemerintah, dapat mendorong pertumbuhan penyaluran kredit di semester kedua tahun 2025. Program-program pemerintah seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan pembangunan 3 juta rumah juga diharapkan dapat memberikan efek berganda (multiplier effect) yang positif bagi perekonomian.
"Jika program-program pemerintah tersebut berjalan dengan baik, akan ada banyak efek berganda yang dihasilkan. Harapannya, pertumbuhan ekonomi di paruh waktu kedua tahun ini akan lebih baik," tukasnya.
Sebagai informasi, data Bank Indonesia menunjukkan bahwa SBDK perbankan telah mengalami penurunan secara bertahap, dari 9,20% pada Januari menjadi 9,16% pada Juni 2025. Namun, penyaluran kredit perbankan sepanjang tahun ini menunjukkan tren melambat, dengan pertumbuhan 7,7% secara tahunan pada Juni 2025.





