Bandung Barat – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves), Luhut Binsar Panjaitan, terkesan dengan kemajuan penanganan sampah di Sungai Citarum. Hal ini terlihat saat ia mengunjungi Sektor 9, Desa Pangauban, Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, pada Sabtu (10/8/2024).
Luhut didampingi oleh KSAD Jenderal TNI Maruli Simanjuntak, Pj Gubernur Jawa Barat Bey Triadi Machmudin, dan sejumlah pejabat lainnya. Di lokasi tersebut, Luhut melihat langsung bagaimana sampah dan eceng gondok yang mencemari aliran Sungai Citarum ditangani dengan efektif.
“Saya ingat, pertama kali ke sini 6 tahun lalu, masih bisa berjalan di atas tumpukan sampah di atas sungai. Tapi sekarang sudah bersih dan airnya sudah mulai bening,” ujar Luhut dengan nada bangga.
Keberhasilan ini tak lepas dari inovasi yang diinisiasi TNI AD, sebagai program unggulan KSAD saat ini. Di antaranya adalah perahu ponton, konveyor, alat pencacah dan pemilah sampah, serta insinerator. Semua alat tersebut dirancang dan dikembangkan di Bengkel Pusat Peralatan (Bengpuspal) Pusat Peralatan (Puspal) TNI AD di bawah kepemimpinan Kolonel Cpl Daniel Cristof Hutubessy.
“Semua ini inovasi pengelolaan sampah yang sudah lama saya pikirkan. Enggak terbayang bisa terwujud, yang disajikan angkatan darat. Jadi tidak pakai tenaga orang banyak, ini merupakan satu langkah luar biasa,” puji Luhut.
Sistem kerja alat-alat tersebut terintegrasi dan efisien. Perahu ponton mengumpulkan sampah di sungai, kemudian dinaikkan ke truk melalui konveyor darat. Sampah kemudian dipilah dengan mesin pemilah sampah dan dibakar dengan insinerator. Proses ini dilakukan secara efektif dan minim tenaga manusia.
“Untuk mengumpulkan sampah itu (ponton) dan konveyernya, saya agak terkejut juga karena kita pernah dapat bantuan dari Belanda dan dari Perancis, itu ya tidak ada beda jauh dengan ini,” ungkap Luhut.
Lebih mengejutkan lagi, peralatan penanganan sampah buatan Bengpuspal Puspal TNI AD ini jauh lebih terjangkau daripada yang diberikan Belanda dan Perancis. Harganya hanya Rp350 juta, sedangkan yang diberikan negara Eropa tersebut mencapai 1 juta dolar.
“Kita tanya waktu itu (alat ponton dan konveyer) satu juta dolar, ini tadi dibilang berapa? Hanya Rp350 juta dan buatan prajurit-prajurit TNI Angkatan Darat. Tadi makanya saya minta ada yang di sempurnakan lagi, ada kurang sana-sini. Manti masukkan saja ya ke e-katalog,” tegas Luhut.
Meskipun demikian, Luhut meminta agar insinerator yang diproduksi TNI AD harus lulus SNI setelah diuji oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Nah saya berharap dalam beberapa bulan ke depan harus lulus SNI dari KLHK, menyangkut tadi asapnya. Tapi tadi mengenai temperatur mereka sudah bisa 800 (derajat), saya kira sudah memenuhi syarat tapi emisi dari asapnya kita perlu lihat,” tutup Luhut.