Jakarta | Jabar Pos – Perusahaan milik negara, PT PLN berencana untuk menambahkan 47 gigawatt (GW). Sejalan dengan upaya pemerintah, untuk menggandakan komitmennya demi menghasilkan lebih banyak daya dari energi bersih.
“Betul kita lagi menyiapkan RUPTL baru, nanti akan dibahas antara pemerintah dan PLN. Jadi untuk 10 tahun ke depan kita akan membangun 68 GW, 47 GW itu dari Renewable,” ujar Direktur ESDM Jisman P. Hutajulu di JCC, Rabu (20/11).
Angka itu setara dengan 70 persen dari total kapasitas baru 68 GW, yang direncanakan ingin diperoleh selama dekade berikutnya, dengan sisanya berasal dari generasi berbasis bahan bakar fosil.
Jisman Hutajulu yang ditemui saat menghadiri Konferensi Pers Electricity Connect 2024, di JCC, Rabu (20/11) mengatakan, listrik baru akan membutuhkan Rp 600 triliun investasi.
Namun, negara masih perlu mencari investasi Rp 400 triliun lebih lanjut untuk membangun infrastruktur transmisi dan gardu induk, yang akan dibutuhkan untuk mendukung rencana pengadaan.
“Pemerintah akan mengambil peran membangun transmisi dan gardu induk infrastruktur, karena pengembalian ekonomi pembangkit listrik lebih baik daripada proyek transmisi,” kata Jisman.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Yuliot Tanjung mengatakan angka-angka itu datang sebagai bagian dari target negara untuk menambah kapasitas listrik 102 GW pada akhir tahun 2040.
Dari kapasitas itu, 75 GW akan berasal dari sumber energi terbarukan, seperti angin, matahari, hidro, dan panas bumi. Sisanya akan mencakup 22 GW yang berasal dari pembangkit listrik tenaga gas alam dan 5 GW kekuatan nuklir.
Kementerian juga memperkirakan negara perlu membangun 70.000 kilometer jalur transmisi untuk terhubung dengan pusat.
CEO PLN, Darmawan Prasodjo mengatakan selama acara tersebut ia menyambut baik target ambisius tersebut.
Pencapaian target tersebut akan lebih mungkin karena peningkatan keterjangkauan energi terbarukan, sesuatu yang sering diperdebatkan guna memperkenalkan lebih banyak energi bersih.
“Energi terbarukan telah menjadi lebih kompetitif biayanya dari tahun ke tahun,” kata Darmawan.
Biaya tenaga surya telah anjlok dari 25 sen per kilowatt-jam (kWh) pada tahun 2015 menjadi hanya 5 sen hari ini, sementara biaya energi angin telah turun dari 20 sen menjadi 12 sen per kWh selama periode yang sama.
Sementara itu, biaya penyimpanan energi baterai juga menurun, sekarang sebesar 9 sen per kWh. Penyimpanan baterai dianggap penting untuk mengurangi risiko intermiten saat memperkenalkan lebih banyak energi terbarukan.
Utusan khusus Indonesia untuk energi dan lingkungan, Hashim Djojohadikusumo selama Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (COP29) ke-29 di Baku, Azerbaijan. Ia telah menegaskan kembali komitmen pemerintahan untuk memperkenalkan lebih banyak energi bersih.
Pada Senin (11/11) Hashim mengatakan, bahwa Indonesia akan menambah 75 GW energi terbarukan selama 15 tahun ke depan. (die)