Jakarta | Jabar Pos – Pengadilan Jakarta Selatan telah memberikan pukulan besar kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah mengabulkan mosi praperadilan yang diajukan oleh Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor, yang mengklaim bahwa langkah KPK untuk membuatnya menjadi tersangka adalah tidak sah.
Spekulasi tentang intervensi politik telah merajalela, mengingat fakta bahwa Sahbirin adalah paman pengusaha berpengaruh Andi Syamsuddin Arsyad atau yang lebih dikenal sebagai Haji Isam.
Ia memiliki hubungan penting dengan Presiden Prabowo Subianto, mantan presiden Jokowi dan tokoh besar politik lainnya di negara ini.
Haji Isam juga merupakan sepupu dari Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman. Dua menteri lainnya di kabinet Prabowo, Menteri Transportasi Dudy Purwagandhi dan Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo, berafiliasi dengan Haji Isam karena mereka pernah bekerja untuk pengusaha tersebut.
Banyak yang menganggap kemenangan Sahbirin dalam pertempuran pengadilan melawan KPK tidak mengejutkan, tetapi ini akan semakin merusak kredibilitas KPK dalam memberantas korupsi.
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membatalkan keputusan KPK untuk menyebut Sahbirin sebagai tersangka dalam kasus korupsi yang melibatkan proyek infrastruktur provinsi, dengan alasan bahwa penyelidikan yang diluncurkan terhadap gubernur tidak memiliki dasar hukum.
Pengadilan berpendapat bahwa penyidik KPK gagal memanggil Sahbirin untuk diinterogasi setelah menamainya sebagai tersangka, dengan mengatakan hal ini menunjukkan kurangnya keseriusan agensi dalam penyelidikannya.
Hakim juga memperhatikan bahwa KPK tidak mencoba menemukan Sahbirin atau memasukkannya ke dalam daftar buronannya meskipun dia menghilang selama lebih dari sebulan, ini semakin merusak penyelidikan.
KPK menyatakan Sahbirin sebagai tersangka pada 8 Oktober, dua hari setelah menangkap delapan orang selama operasi di Kalimantan Selatan.
Gubernur ini dituduh menerima suap sebesar 5 persen dari tiga proyek infrastruktur senilai lebih dari Rp 50 Miliar.
Penyelidik menuduh bahwa pejabat dari Pekerjaan Umum Kalimantan Selatan dan Badan Perencanaan Tata Ruang, telah memanipulasi proses tender untuk mendukung pengusaha lokal Sugeng Wahyudi dan Andi Susanto, yang memungkinkan mereka untuk mengamankan proyek dengan imbalan pemotongan nilai proyek.
Orang-orang yang ditangkap termasuk pejabat Yulianti Erlynah, yang tertangkap menerima Rp 1 miliar dari Wahyudi atas nama kepala dinas PUPR Ahmad Solhan.
Dana tersebut diduga disalurkan ke Sahbirin melalui Solhan, yang juga menjabat sebagai bendahara untuk kelompok studi Alquran yang dicurigai mencuci uang ilegal.
Kekalahan dalam sidang praperadilan hanya menambah serangkaian kerugian yang diderita KPK dalam kasus-kasus terkenal.
Sebelumnya mantan wakil menteri hukum dan hak asasi manusia Eddy Hiariej, mantan wakil kepala polisi nasional Budi Gunawan dan mantan ketua DPR dan ketua Partai Golkar Setya Novanto memenangkan pertarungan mereka melawan KPK.
Beberapa ahli hukum telah membela keputusan KPK untuk menetapkan Sahbirin sebagai tersangka, dengan alasan bahwa telah memenuhi persyaratan hukum, seperti dua potong bukti yang kuat.
Para ahli juga bersikeras bahwa hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan seharusnya merujuk pada Undang-Undang KPK dan Undang-Undang Korupsi, bukan KUHAP, karena dua undang-undang sebelumnya adalah undang-undang khusus untuk menangani kasus korupsi.
Lembaga telah mendesak KPK untuk meluncurkan penyelidikan baru terhadap Sahbirin, terlepas dari hubungannya dengan elit politik puncak negara ini.
Langkah ini berhasil dalam kasus Setya Novanto, tetapi sebagian besar KPK telah memilih untuk tidak mengambil kesempatan kedua.
Keputusan KPK untuk mengejar Sahbirin dengan segala cara pasti akan memulihkan kredibilitas komisi dan menghidupkan kembali harapan rakyat untuk perjuangan tanpa kompromi melawan korupsi. Pertanyaannya adalah apakah KPK bersedia untuk menghadapi tantangan tersebut.
KPK kini telah kalah tujuh kali dari tersangka korupsi.
Beberapa sumber menyatakan bahwa karyawan KPK tidak nyaman dengan keadaan badan anti korupsi saat ini.
Selain itu, ada rumor yang beredar di kalangan karyawan KPK bahwa komisi tersebut mungkin akan digabung dengan Ombudsman.
Pegawai KPK juga prihatin dengan institusi yang dikesampingkan dalam perang negara melawan korupsi, terutama setelah pembentukan Satuan Tugas Khusus Anti Korupsi Polri.
Sementara badan baru ini diklaim memperkuat penanganan kasus korupsi, beberapa pegawai KPK khawatir dapat melanggar fungsi KPK.
Pegawai KPK juga mengantisipasi pemilihan Johanis Tanak sebagai ketua KPK yang baru. (die)