Palu | Jabar Pos – Operasi dari Kepolisian Nasional Detasemen Khusus Kontraterorisme 88 (Densus 88) dan Brigade Mobile Sulawesi Tengah (Brimob) menangkap tiga tersangka teroris di kota Palu dan kabupaten Tojo Una-Una, Sulawesi Tengah, pada hari Kamis (19/12).
Ketiga individu tersebut diyakini terkait dengan jaringan Mujahidin Indonesia Timur (MIT).
MIT adalah jaringan teroris yang beroperasi di daerah pegunungan kabupaten Poso, Parigi Moutong dan Sigi di Sulawesi Tengah. Kelompok ini terkait erat dengan Jamaah Islamiyah (JI), Jamaah Ansharut Tauhid (JAT), Konflik Poso dan, terutama, mantan tokoh penting dalam gerakan teroris Indonesia: Abu Bakar Ba’ asyir.
Polisi menangkap seorang tersangka teroris yang diidentifikasi sebagai W, juga dikenal sebagai Mut. Sementara itu, di kabupaten Ampana Kabupaten Tojo Una-Una, dua orang dengan inisial AS dan RR ditahan.
W ditangkap di rumah kerabat di Jl Pue Kodi, kelurahan Baiya, kecamatan Tawaeli di Palu, tempat dia tinggal selama sebulan terakhir. Dia telah menjadi buronan selama 11 tahun dan masuk dalam daftar buronan.
Adi Suwarman, kepala unit lingkungan di Baiya, mengatakan dia tidak menyadari kehadiran W di rumah.
“Kerabat W tidak pernah melaporkan kehadirannya ke unit lingkungan,” katanya.
Dia menambahkan, bahwa penangkapan itu berfungsi sebagai pelajaran bagi penduduk karena mereka harus membuat laporan jika mereka memiliki tamu atau kerabat yang datang untuk tinggal bersama mereka untuk menghindari insiden semacam itu.
Selama penangkapan, Densus 88 menyita barang bukti termasuk tas, ponsel, dan kartu identitas.
Penangkapan tersebut menyusul pengumuman yang dibuat dua minggu, sebelumnya oleh Menteri Koordinasi Urusan Politik dan Keamanan Budi Gunawan mengenai peningkatan peringkat Indonesia pada indeks terorisme global (GTI).
Berdasarkan GTI 2023, peringkat Indonesia meningkat menjadi 31 dari 24 tahun sebelumnya, menempatkannya di kategori terdampak rendah oleh terorisme.
“Pencapaian ini merupakan hasil dari upaya kolaborasi yang luar biasa dari semua pihak, baik dalam hal pencegahan maupun penegakan hukum,” kata Budi dalam sebuah acara di Jakarta pada 3 Desember.
Namun, Budi mengatakan pencapaian ini tidak berarti ancaman terorisme telah berakhir.
Tugas utama pemerintah di depan sekarang adalah mempertahankan situasi saat ini, terutama mengingat kemudahan penyalahgunaan dunia maya yang dapat mempercepat radikalisasi.
“Dengan demikian, kehadiran negara dapat memberikan rasa aman bagi semua warga negara melalui perlindungan, baik di dunia fisik maupun di dunia maya, yang berpotensi disalahgunakan untuk terorisme,” kata Budi. (die)