Jabarpos.id – Pembukaan kasino di Jakarta pada tahun 1967 ternyata bukan isapan jempol belaka. Kebijakan kontroversial ini sempat menjadi sumber pendapatan signifikan bagi pemerintah daerah, mengubah wajah ibu kota menjadi lebih modern.
Gubernur Jakarta saat itu, Ali Sadikin, mengambil langkah berani dengan melegalkan perjudian untuk mengatasi keterbatasan anggaran pembangunan. Koran Sinar Harapan pada tahun 1967 melaporkan, legalisasi ini bertujuan untuk mengalihkan keuntungan dari perjudian ilegal ke kas negara. Pemerintah DKI Jakarta menyadari bahwa selama ini, uang hasil judi hanya dinikmati oleh oknum-oknum tertentu.

Kasino pertama di Jakarta berlokasi di Petak Sembilan, Glodok, hasil kerjasama antara Pemprov DKI Jakarta dan seorang pengusaha Tionghoa bernama Atang, seperti yang diberitakan Harian Kompas pada tahun yang sama. Arena judi ini dibuka setiap hari dan dijaga ketat oleh aparat kepolisian, namun hanya diperuntukkan bagi WNA atau WNI keturunan Tionghoa.
Kompas mencatat, kasino ini menarik ratusan pengunjung dari berbagai daerah di Indonesia. Hasilnya, pemerintah menerima setoran pajak sebesar Rp25 juta setiap bulan. Jika dikonversikan ke nilai emas saat itu, jumlah ini setara dengan ratusan miliar rupiah di masa kini.
Dana yang terkumpul dari kasino kemudian digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur di Jakarta, seperti jembatan, rumah sakit, dan sekolah. Anggaran Jakarta pun melonjak drastis, dari puluhan juta menjadi Rp122 miliar pada tahun 1977.
Namun, era perjudian legal di Jakarta berakhir pada tahun 1974, setelah pemerintah pusat mengeluarkan UU No. 7 tahun 1974 yang melarang segala bentuk perjudian.
Baru-baru ini, wacana legalisasi kasino kembali mencuat dalam Rapat Kerja antara Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan dengan Komisi XI DPR RI. Anggota DPR dari Fraksi Golkar, Galih Kartasasmita, mengusulkan agar Indonesia meniru negara-negara Arab yang mulai membuka kasino sebagai sumber pendapatan negara.





