Bandung – Pernah berkunjung ke Grey Art Gallery dan menyaksikan pameran seni rupa "The Redmiller Blood Experience" bertema "The Great Ocean Stories" dengan tajuk "INSAN(G)"? Tak hanya bisa dinikmati secara langsung, sebagian karya yang dipamerkan juga dapat diakses secara virtual di Museum Maya Indonesia (MUMAIN). Jabarpos.id berkesempatan menjajal MUMAIN pada Selasa (30/7) lalu.
Sama seperti di galeri seni fisik, kita dapat menjelajahi berbagai karya seni yang dipajang di MUMAIN melalui laptop atau telepon genggam. Dilengkapi dengan sistem 3D, kita bisa berjalan-jalan di MUMAIN dan mengamati setiap karya yang dipajang.
Saat ini, MUMAIN masih dalam tahap pengembangan. Pengunjung yang masuk ke MUMAIN hanya dapat beraktivitas di sekitar area utama dan belum dapat memasuki empat ruangan lainnya.
Setiap karya yang dipajang di MUMAIN dilengkapi dengan barcode. Untuk mengetahui informasi lebih lanjut tentang karya tersebut, barcode dapat di-scan. Informasi mengenai karya akan muncul setelah barcode dipindai.
Manajer Operasional Grey Art Gallery, Muhammad Ari Nugraha, menjelaskan bahwa karya yang ditampilkan di MUMAIN merupakan bagian dari rangkaian kegiatan "The Redmiller Blood Experience". "Pameran virtual ini juga bertujuan untuk memperkenalkan MUMAIN yang dibuat oleh dosen dan mahasiswa Itenas. Kegiatan ini dilakukan untuk mengenalkan museum dan membahas wacana ke depan tentang bagaimana sebuah galeri atau museum bisa dipindahkan dan diinventarisir," ujar Ari kepada Jabarpos.id.
Jabarpos.id juga berkesempatan mewawancarai peneliti, dosen Itenas, sekaligus Founder MUMAIN, Dr. Phil. Eka Noviana, M.A. Wanita lulusan S3 Media Science HBK Germany ini menjelaskan bahwa MUMAIN dikerjakan sejak tahun 2022. Kepada Jabarpos.id, Eka menceritakan asal-usul bentuk bangunan yang ada di MUMAIN.
"Konsep bangunan ini diambil dari dasar budaya kita, yaitu Mandala, di mana terdapat empat ruangan: Utara, Selatan, Timur, dan Barat. Lalu di tengahnya terdapat area utama yang berasal dari konsep Mandala. Pohon beringin di tengahnya berfungsi untuk menyatukan konsep Mandala dengan area modern agar bisa diterima oleh semua orang di Indonesia," jelas Eka pada Kamis (1/8/2024).
"Dari konsep tersebut, kami sebagai peneliti utama mengerjakan bangunan dalam bentuk 3D dan dibentuk sesimpel mungkin agar kami bisa membawa kekayaan budaya kita," tambahnya.
Eka mengungkapkan bahwa bangunan MUMAIN dibuat seperti berada di bawah tanah. Hal ini dikarenakan MUMAIN merupakan karya metaverse, dan jika di dunia nyata model bangunan seperti itu tidak mungkin ada. Namun, museum ini akan tetap terlihat terang karena musimnya selalu musim panas.
"Kenapa harus di bawah? Kita tahu peninggalan masa lampau secara obyek akan ada di bawah tanah. Secara budaya, hal ini seperti kehidupan kita sehari-hari yang memang tidak kita sadari," tuturnya.
Selain area utama, terdapat empat ruangan lainnya di MUMAIN yang dikerjakan oleh 27 mahasiswa yang dibagi menjadi 5 kelompok, dan dikerjakan secara bersama selama kurang lebih 5 bulan. "Ruangan Utara berkaitan dengan filosofi, Timur berkaitan dengan leluhur, Selatan berkaitan dengan kreativitas, dan Barat berkaitan dengan kemajuan, budaya, keindahan, dan sebagainya," ujarnya.
Eka menjelaskan bahwa setiap ruangan memiliki tema yang berbeda. Di salah satu ruangan, kita bisa mendengarkan musik tarawangsa dan menonton videonya. Di ruangan lain, terdapat objek 3D yang menampilkan upacara dan pertunjukan musik tarawangsa. Di ruangan Timur tentang leluhur, terdapat Gunung Padang yang kita ketahui adalah peninggalan sebelum budaya luar datang ke Indonesia.
"Kami menggunakan fotogrametri untuk membawa alamnya ke sana dan menghadirkan satu teras Gunung Padang. Kita juga bisa masuk ke Gunung Padang dan merasakan sensasi berada di Gunung Padang, terutama jika menggunakan kacamata VR," jelasnya.
Di ruangan Selatan, terdapat permainan tradisional anak-anak yang menampilkan kreativitas, dan di ruangan Barat, terdapat kemegahan budaya Indonesia seperti kapal di relief Candi Borobudur secara 3D, relief Candi Prambanan tentang cerita Ramayana, serta tentang perekonomian Majapahit.
Meskipun MUMAIN sudah terlihat sempurna, Eka menyebut bahwa pihaknya terus melakukan perbaikan. Saat ditanya kapan museum ini bisa terbuka untuk umum, Eka mengaku bahwa saat ini masih dalam tahap penyempurnaan.
Eka optimis bahwa di awal tahun depan, MUMAIN bisa diluncurkan. Tujuan utama dari MUMAIN adalah untuk menginventarisasi kebudayaan dan mengedukasi bahwa budaya Indonesia sangat kaya dan bisa membuat banyak orang bangga.
"Membawa Borobudur ke kamar kita, membawa Gunung Padang ke kamar kita, supaya dekat, supaya kita tahu bahwa bangsa kita besar, pintar dan cerdas. Kita terlalu kagum dengan budaya luar tapi kita tak pernah tahu bahwa yang kita punya sangat luar biasa," tuturnya.
"Tujuan kami lebih ke inventarisasi, siapa tahu nanti sudah tidak ada lagi. Contohnya seperti Gunung Padang, gua di Kalimantan, dan gua di Sulawesi yang memiliki lukisan berusia 51 ribu tahun. Jika ada pabrik yang membawa polusi dan merusak lukisan itu, itu sangat disayangkan. Kami ingin membawa karya-karya tersebut ke dunia imersif agar bisa terus dinikmati oleh generasi mendatang," pungkasnya.