Malang | Jabar Pos – Kerabat korban kecelakaan fatal di stadion Kanjuruhan 2022 di Malang, Jawa Timur, mencari ganti rugi sebesar Rp 17,5 miliar dari lima orang yang dinyatakan bersalah karena kelalaian dalam insiden tersebut.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), yang mewakili keluarga korban, telah mengajukan petisi ke Pengadilan Negeri Surabaya untuk meminta restitusi dari para pelanggar yang dihukum. Sidang pertama mengenai mosi tersebut diadakan pada hari Selasa (10/12).
Puluhan anggota keluarga korban menghadiri sidang dengan mengenakan pakaian serba hitam dan membawa poster yang bertulis, “Selidiki tragedi Kanjuruhan secara menyeluruh!”
Staf ahli LPSK, Rianto Wicaksono mengatakan restitusi yang diminta institusi akan memastikan pelaku mengambil tanggung jawab moral dan finansial untuk para korban dan keluarga mereka serta membantu dalam proses pemulihan.
“Kami berharap bahwa Pengadilan Negeri Surabaya dapat mengabulkan permintaan kami dan memberikan keadilan bagi orang-orang yang menderita luka-luka atau kehilangan orang yang mereka cintai dalam tragedi itu,” kata Rianto pada hari Selasa (10/12)
Dia menambahkan bahwa jika disetujui, kompensasi sebesar Rp 17,5 miliar akan dibagi antara kerabat dari 73 korban yang terluka atau kehilangan nyawa dalam penyerbuan tersebut, dengan masing-masing keluarga menerima sekitar Rp 250 juta.
Seratus tiga puluh lima orang tewas dan ratusan lainnya terluka dalam tragedi Kanjuruhan, yang terjadi setelah pertandingan antara tim tuan rumah Arema FC dan saingan berat Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022.
Investigasi oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan penyebab utama penyerbuan adalah penembakan 45 gas air mata ke kerumunan oleh polisi setelah beberapa penggemar menyerbu lapangan.
Ratusan orang melarikan diri ke pintu keluar kecil stadion, tetapi beberapa pintu ditutup, mengakibatkan para suporter yang panik berlarian hingga membuat banyak orang terinjak-injak atau mati lemas.
Enam orang didakwa dalam insiden tersebut dan lima orang dinyatakan bersalah atas kelalaian.
Atas peran mereka dalam insiden tersebut, petugas Polres Malang Bambang Sidik Achmadi dijatuhi hukuman dua tahun penjara dan rekannya Wahyu Setyo Pranoto dijatuhi hukuman dua setengah tahun, sementara komandan Brimob Jawa Timur, Hasdarmawan dijatuhi hukuman 18 bulan penjara.
Kepala panitia penyelenggara, Abdul Haris, juga menerima hukuman penjara selama 18 bulan, sementara kepala keamanan Suko Sutrisno mendapat satu tahun penjara.
Kelompok hak asasi manusia dan keluarga korban mengatakan hukumannya terlalu lunak.
Mereka juga mengatakan, bahwa mereka yang dihukum oleh pengadilan hanyalah mereka yang bekerja di lapangan, bukan mereka yang benar-benar bertanggung jawab atas tragedi tersebut.
Andi Irfan dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) telah mengkritik LPSK karena hanya mengakomodasi klaim restitusi dari keluarga dari 73 korban.
“Itu berarti ada ratusan korban penyerbuan Kanjuruhan yang tidak akan menerima kompensasi, itu tidak cukup,” kata Andi.
Menambahkan bahwa LPSK harus mengajukan gugatan terhadap operator liga sepak bola Indonesia PT Liga Indonesia Baru (LIB) dan Polri, bukan hanya terhadap para narapidana.
“Orang-orang ini bertindak atas nama institusi-institusi ini, bukan sebagai individu,” kata Andi.
Rini Hanifah, yang kehilangan putranya yang berusia 20 tahun Agus Riansyah dalam tragedi Kanjuruhan, dan setuju mengatakan bahwa LIB dan Asosiasi Sepak Bola Indonesia (PSSI) juga harus membayar kompensasi kepada para korban dan kerabat mereka. (die)