Jakarta | Jabar Pos – Wakil Menteri Dalam Negeri Pertama, Bima Arya Sugiarto mengatakan bagi pembuat kebijakan tidak terburu-buru untuk menentukan sistem pemilihan kepala daerah di masa depan, menyusul saran Presiden Prabowo Subianto untuk mengembalikan jajak pendapat daerah langsung untuk memangkas biaya.
“Kami membutuhkan umpan balik dari para ahli universitas dan LSM, serta partai politik dan Dewan Perwakilan Rakyat,” kata Bima pada hari Selasa (17/12)
Sambil mengakui perlunya musyawarah menyeluruh, wakil menteri mengatakan bahwa keputusan tepat waktu tentang masalah ini dapat membantu pihak berwenang mempersiapkan pemilihan kepala regional di masa mendatang dengan lebih baik. Namun, Bima mengatakan bahwa pemerintah tidak akan terburu-buru terkait proses tersebut.
Bekas Walikota Bogor, ini juga mengakui kekhawatiran publik mengenai potensi kelemahan kepala regional yang dipilih oleh anggota Dewan Perwakilan Regional (DPRD).
“Setiap opsi memiliki kelebihan dan kekurangannya, dan kami akan membahas semua aspek ini bersama dengan setiap pihak.” ujarnya.
Pada perayaan ulang tahun Partai Golkar pada Kamis (12/12) Prabowo menyarankan dia akan mendukung gagasan agar gubernur, bupati, dan walikota ditunjuk oleh anggota legislatif lokal, sistem lama yang digunakan selama pemerintahan otoriter mendiang presiden Soeharto.
Presiden berpendapat bahwa pemilihan regional langsung menyia-nyiakan puluhan triliun dari anggaran negara yang dapat dialokasikan untuk program-program yang akan lebih baik melayani kesejahteraan masyarakat.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyatakan persetujuannya dengan saran Prabowo, mengatakan pada hari Senin (16/12) bahwa pemilihan daerah menyebabkan peningkatan kekerasan di berbagai daerah.
Beberapa anggota Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang berkuasa, yang mengendalikan mayoritas Dewan Perwakilan Rakyat, telah menyatakan bahwa mereka mungkin mendukung penghapusan pemilihan regional langsung.
Sementara itu, Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia (PDI-P), yang saat ini merupakan satu-satunya partai oposisi de-facto di legislatif, mendesak partai-partai untuk tidak terburu-buru mengambil keputusan mereka dan menyerukan studi menyeluruh tentang apakah proposal semacam itu akan mewakili kehendak rakyat.
Setiap perubahan pada sistem pemilihan akan membutuhkan revisi terhadap undang-undang pemilihan regional yang berlaku, yang mengamanatkan pemilihan langsung.
Rencana untuk merevisi Undang-Undang Pemilihan Daerah dimasukkan dalam daftar prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) untuk tahun depan di antara RUU yang ingin disahkan oleh legislatif pada tahun 2025. (die)