Jabarpos.id, Jakarta – Harga minyak mentah dunia mengalami tekanan pada awal pekan ini, Senin (29/9/2025), memicu kekhawatiran di kalangan pelaku pasar. Sentimen negatif ini dipicu oleh ekspektasi bahwa OPEC+ akan kembali meningkatkan produksi pada bulan November, yang berpotensi memperburuk kondisi kelebihan pasokan global.
Data Refinitiv menunjukkan bahwa harga minyak Brent untuk kontrak Desember 2025 berada di level US$69,80 per barel pada pukul 10.15 WIB, sedikit lebih rendah dibandingkan penutupan akhir pekan lalu di US$70,13. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) diperdagangkan di US$65,31 per barel, turun dari posisi Jumat (26/9/2025) di US$65,72.

Harga minyak Brent sempat menyentuh level di bawah US$70 per barel setelah mencatat kenaikan signifikan sebesar 5,2% pada pekan sebelumnya. WTI saat ini diperdagangkan di kisaran US$65 per barel.
Aliansi produsen minyak yang dipimpin oleh Arab Saudi dikabarkan tengah mempertimbangkan penambahan produksi setidaknya 137.000 barel per hari pada bulan November. Langkah ini dinilai sebagai upaya untuk merebut kembali pangsa pasar, berbeda dengan peran tradisional OPEC+ yang lebih fokus pada menjaga stabilitas harga.
Meskipun demikian, harga minyak masih tertahan dari penurunan lebih dalam berkat aktivitas pembelian agresif dari China. Negara tersebut terus aktif menimbun stok minyak mentah untuk mengamankan kebutuhan energi jangka panjangnya.
Di sisi lain, Badan Energi Internasional (IEA) memperingatkan potensi surplus pasokan yang dapat mencapai rekor pada tahun 2026. Hal ini disebabkan oleh kombinasi peningkatan pasokan dari OPEC+ dan peningkatan produksi dari negara pesaing seperti Amerika Serikat.
Prospek harga minyak juga semakin suram setelah Goldman Sachs memangkas proyeksi harga Brent untuk tahun depan ke kisaran pertengahan US$50 per barel. Bank investasi tersebut menilai bahwa kelebihan pasokan akan menjadi faktor utama, meskipun permintaan global menunjukkan ketahanan.