Depok | Jabar Pos – Kunjungan Staf Ahli Presiden RI, Drs. Joko Purwanto, MM ke Markas Cabang (Marcab) Laskar Merah Putih (LMP) Depok di Jalan Raya Bogor, Cimanggis, Depok, beberapa waktu lalu membuka kembali babak baru dalam polemik kepemilikan tanah yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.
Kunjungan ini bukan sekadar bentuk kepedulian terhadap organisasi LMP, tetapi juga menjadi upaya menelusuri sejarah panjang wilayah Cimanggis serta keabsahan kepemilikan lahan yang kini menjadi lokasi pembangunan Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII).

Depok: Kota Bersejarah dengan Warisan VOC
Menurut Joko Purwanto, Depok bukan sekadar kota satelit yang berkembang pesat di pinggiran Jakarta. Sejarahnya yang panjang dan kaya menjadikannya bagian penting dari perjalanan Nusantara. Nama Depok sendiri memiliki beberapa versi asal-usul. Salah satunya adalah singkatan dari Eerste Protestants Onderdaan Kerk, yang merujuk pada komunitas Kristen Protestan pertama di wilayah ini. Sementara dalam bahasa Sunda kuno, kata “depok” berarti perkampungan atau pertapaan.
“Sejarah Depok erat kaitannya dengan VOC dan seorang pejabat tinggi Belanda bernama Cornelis Chastelein. Pada abad ke-17, Chastelein mengakuisisi tanah di Depok dan mendirikan komunitas Kristen yang kemudian berkembang menjadi Gemeente Depok pada tahun 1905,”tuturnya.
Wilayah ini juga memiliki hubungan erat dengan Gubernur Jenderal VOC, Petrus Albertus van der Parra, yang membangun Rumah Cimanggis sebagai tempat peristirahatan pada tahun 1771. Kehadiran rumah ini membawa dampak ekonomi bagi masyarakat sekitar, termasuk didirikannya Pasar Cimanggis yang masih eksis hingga kini.

Polemik Kepemilikan Tanah Cimanggis
Kunjungan Joko Purwanto ke markas LMP Depok tidak lepas dari konflik kepemilikan tanah di wilayah tersebut. Dalam pernyataannya, ia menegaskan bahwa berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh, lahan yang kini digunakan untuk pembangunan UIII memiliki riwayat kepemilikan atas nama Yohanna De Meyer, seorang keturunan dari WL. Samuel De Meyer, tokoh yang memiliki pengaruh besar dalam perdagangan VOC di masa lalu.
Dalam permasalahan ini, muncul dugaan adanya unsur arogansi dalam pembongkaran markas LMP oleh tim terpadu UIII. Joko Purwanto menyayangkan tindakan tersebut dan menegaskan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti kasus ini sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Bukan berarti kita menentang pemerintah, tetapi jika ada kebijakan yang tidak sesuai, kita harus memberikan kritik yang konstruktif agar kekuasaan tidak disalahgunakan,” tegasnya, Minggu (30/03/2025) kemarin.
Sementara itu, Ketua Marcab LMP Depok, Suherman Bahar, yang juga merupakan kuasa ahli waris Yohanna De Meyer, mengapresiasi kunjungan ini sebagai bentuk kepedulian terhadap rakyat dan penegakan keadilan.
“Kami sangat menghargai kehadiran Bapak Joko Purwanto. Ini adalah contoh pemimpin yang arif, bijaksana, dan peduli. Semoga kunjungan ini bisa membawa titik terang bagi kami sebagai ahli waris serta mendapatkan keadilan atas pembongkaran paksa yang dilakukan tim terpadu UIII, termasuk Satpol PP Kota Depok,” ungkap Suherman.
Menurutnya, ahli waris telah menguasai lahan tersebut secara fisik sejak 2005 dan memiliki dokumen kepemilikan sah, termasuk Eigendoms Verponding serta surat ukur dari BPN.
Namun, konflik semakin kompleks ketika muncul Sertifikat Hak Pakai No. 00002/Cisalak yang diterbitkan oleh Kementerian Agama untuk keperluan pembangunan UIII.
Suherman juga mempertanyakan keabsahan sertifikat tersebut, yang diduga berasal dari hibah RRI dan memiliki cacat administrasi.
Ketua Marcab LMP Depok berharap, kunjungan Joko Purwanto diharapkan dapat membuka ruang dialog yang lebih konstruktif antara pemerintah, ahli waris, dan pihak terkait. Karena menurutnya, kejelasan sejarah dan bukti hukum harus menjadi dasar dalam menyelesaikan konflik ini agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
“Semoga dengan adanya perhatian dari Staf Ahli Presiden RI, diharapkan kasus ini dapat menemukan titik terang, sehingga tidak hanya menjadi warisan sejarah yang terlupakan, tetapi juga menjadi contoh penyelesaian sengketa tanah yang transparan dan berkeadilan,” pungkas Suherman. (Edh)





