jabarpos.id, Jakarta – Pemerintah terus berupaya memacu laju perekonomian nasional. Salah satu langkah yang diambil adalah dengan menempatkan dana sebesar Rp200 triliun dari rekening Bank Indonesia (BI) ke lima bank BUMN yang tergabung dalam Himbara.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengibaratkan dana tersebut sebagai bahan bakar yang akan memacu perbankan untuk lebih aktif menyalurkan kredit. Dengan likuiditas yang melimpah, bank akan termotivasi mencari cara untuk mengoptimalkan dana tersebut agar menghasilkan keuntungan. Pemerintah mengenakan bunga sekitar 4% atas dana yang ditempatkan, sehingga bank harus berupaya keras agar dana tersebut produktif.

"Saya paksa sistem bekerja dengan saya kasih bahan bakar yang kalau mereka enggak pakai, mereka harus bayar ke saya. Jadi ini sebetulnya prinsip dasar dari monetary policy," ujar Purbaya di Jakarta, Selasa (16/9/2025).
Purbaya mengakui bahwa kebijakan ini berpotensi memicu inflasi dalam jangka panjang. Namun, ia meyakini bahwa inflasi yang mungkin terjadi akan disebabkan oleh tingginya permintaan (demand pull inflation), bukan karena tingginya biaya produksi (cost push inflation) seperti yang terjadi selama ini.
Lebih lanjut, Purbaya menegaskan bahwa tekanan inflasi tidak akan terjadi sebelum pertumbuhan ekonomi Indonesia melampaui angka 5%. Ia memperkirakan inflasi baru akan muncul ketika pertumbuhan ekonomi mencapai kisaran 6,5%-6,7% secara tahunan (year-on-year/yoy).
"Ini kan kita kemarin lesu ekonominya, dengan adanya itu pasti akan diserap sistem dan belum akan menimbulkan inflasi sampai mungkin beberapa tahun ke depan, sampai pertumbuhan ekonomi kita di atas 6,5-6,7%. Yang saya sebut adalah demand pull inflation. Artinya inflasi karena permintaan yang terlalu banyak," jelas Purbaya.