Jakarta | Jabar Pos – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, buka suara terkait kabar kebocoran data Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) termasuk milik sejumlah tokoh penting yakni, Presiden Joko Widodo, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri BUMN Erick Thohir, hingga Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan.
Dwi Astuti, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kementerian Keuangan mengatakan, pihaknya tengah melakukan pendalaman terkait kasus tersebut.
“Terkait dengan informasi kebocoran data yang beredar, saat ini tim teknis DJP sedang melakukan pendalaman,” kata Dwi, Rabu, (18/9/2024).
Isu ini naik ke publik setelah pendiri Ethical Hacker Indonesia, Teguh Aprianto dalam laman X-nya, mengungkapkan adanya penjualan jutaan data NPWP di forum ilegal. Data yang bocor di antaranya NIK, NPWP, alamat, nomor HP, dan e-mail.
Teguh Aprianto turut mengunggah tangkapan layar di Breach Forums. Dalam foto tersebut, ada nama Bjorka sebagai user tertanggal 18 September 2024. Totalnya, ada 6,6 juta data yang dijual di forum itu. Data-data tersebut dibanderol dengan nilai USD 10 ribu atau sekitar Rp 152,96 juta (kurs Rp 15.296).
“Sebanyak 6 juta data NPWP diperjualbelikan dengan harga sekitar Rp 150 juta. Data yang bocor di antaranya NIK, NPWP, alamat, nomor HP, e-mail, dan lain-lain,” kata Teguh dalam laman X-nya yakni, @secgron.
Presiden RI, Joko Widodo buka suara terkait hal ini. Ia mengatakan, telah memerintahkan Kemenkominfo, Kemenkeu, hingga Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Republik Indonesia, untuk segera mengambil langkah. Serta meminta ada mitigasi secepatnya.
“Ya saya sudah perintahkan Kominfo maupun Kemenkeu untuk memitigasi secepatnya, termasuk BSSN untuk memitigasi secepatnya,” tuturnya di Boyolali, Jawa Tengah, Kamis, (19/9/2024).
Jokowi turut mengungkap, bahwa peristiwa ini pun terjadi di negara lain. Ia menduga kebocoran data terjadi karena keteledoran password hingga penyimpanan data yang berbeda-beda.
“Dan peristiwa seperti ini kan juga terjadi di negara-negara lain yang semua data itu mungkin karena keteledoran password. Bisa terjadi karena penyimpanan data yang juga terlalu banyak di tempat-tempat yang berbeda, bisa menjadi ruang untuk diretas oleh hacker,” kata Joko Widodo. (far)