Bandung – Anggota Komisi V DPRD Jawa Barat, Siti Muntamah, mengeluarkan protes keras terhadap poin dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 terkait Pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Peraturan yang diteken Presiden Joko Widodo pada akhir Juli ini mengatur pengadaan alat kontrasepsi bagi anak siswa sekolah dan remaja. Namun, detail bagaimana alat kontrasepsi tersebut akan diberikan tidak dijelaskan secara rinci.
Siti, yang akrab disapa Umi Oded, menyatakan kekecewaan dan kecamannya terhadap poin peraturan tersebut. Menurutnya, hal itu bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, ideologi bangsa Indonesia.
"Peraturan pemerintah yang diteken Pak Jokowi tanggal 26 Juli itu kan turunan dari UU Kesehatan. Yang perlu digaris bawahi adalah keterkaitan dengan pemberian alat kontrasepsi kepada anak sekolah. Itu yang membuat saya bingung. Saya kurang setuju tentang bab itu. Sebagai anggota Komisi V, saya tidak setuju dan mengecam," tegas Siti kepada Jabarpos.id, Rabu (7/8/2024).
Umi Oded menekankan pentingnya penguatan nilai-nilai Pancasila, khususnya sila pertama, dalam membentuk karakter generasi muda. "Sebelum kita berbicara tentang kesehatan reproduksi remaja, mari kita kuatkan dulu Pancasila sila pertama. Agar semua anak-anak kita menjadi orang beriman dan bertakwa, yang berarti mengerti agama, yang berarti mereka tahu bagaimana seharusnya pergaulan laki-laki dan perempuan. Itu harus dikuatkan," lanjutnya.
Penyediaan alat kontrasepsi untuk siswa dan remaja tercantum dalam pasal 103 ayat 4. Poin tersebut diawali dengan pentingnya memberikan edukasi kesehatan reproduksi di kalangan siswa dan remaja, mulai dari memahami sistem, fungsi, hingga proses reproduksi.
Selain menjaga kesehatan reproduksi, anak usia sekolah dan remaja juga diminta mendapatkan edukasi mengenai perilaku seksual berisiko dan akibatnya. Anak-anak juga dinilai penting untuk memahami pentingnya keluarga berencana dan kemampuan melindungi diri dari tindakan hubungan seksual atau menolak ajakan tersebut, demikian bunyi ayat 2.
Pasal 103 ayat 4 juga menyinggung tentang deteksi dini penyakit atau skrining, pengobatan, rehabilitasi, konseling, dan penyediaan alat kontrasepsi.
Siti mengingatkan Pemerintah bahwa saat ini Provinsi Jawa Barat dan setiap kota/kabupaten di dalamnya tengah fokus mewujudkan daerah ramah anak. "Hari ini, kita didorong untuk hadirnya Provinsi Layak Anak, masa dikasih kontrasepsi? Usia anak itu 0-18 tahun, kecuali usia anaknya 0-10 tahun. Nanti kalau ada kecelakaan, kontrasepsi, aborsi, entar kayak Kanada tuh? Tempat sampahnya banyak bayi-bayi. Anak-anak jadi seks bebas," ucap Siti.
"Kita juga sedang gencar-gencarnya edukasi keterkaitan dengan penyakit infeksi menular yang diidap beberapa remaja karena seks bebas. Malah sekarang dilegalitas. Harusnya pemerintah itu adalah orang-orang yang bijak, peraturan pemerintah ini kayak kecolongan, masa kontrasepsi dibagi di sekolah? Saya sih mengecam," sambungnya.
Siti melihat potensi penyalahgunaan penyediaan alat kontrasepsi pada remaja sangat besar. Disinggung soal ketidaktahuan Disdik Jabar soal PP ini, DPRD Jabar pun mengaku tidak tahu menahu sebab regulasi datang tiba-tiba dari pemerintah pusat.
Siti merasa setiap daerah perlu menyuarakan hal yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dipegang. Sebab nantinya aturan tersebut bakal diaplikasikan ke daerah, khususnya di Provinsi Jawa Barat.
Maka dari itu, ia berjanji bakal membahas ini bersama para anggota dewan dari Komisi V lainnya. Siti mendorong agar Pemprov Jabar saling koordinasi dan memastikan soal peraturan tersebut, jangan sampai praktiknya malah menjerumuskan generasi muda. Pemerintah, kata dia, harus mengembalikan amanat Undang-undang 1945 yang dititipkan oleh founding fathers.
"Nah, kalau bertentangan dengan hati nurani kita semuanya, ya kita pasti tentunya akan protes, membuat sikap. Tinjau kembali, Pancasila dikuatin lagi, agama dimasukkin lagi ke sekolah biar tidak terjadi pergaulan yang di luar batas," ucap Siti.
"Intinya saya kurang setuju deh. Nanti dengan Komisi 5, saya juga akan membicarakan apa yang kira-kira bisa Provinsi Jawa Barat menyikapi itu. Saya sangat menyayangkan kalau itu akhirnya harus berlaku untuk negeri Indonesia yang berdasarkan Pancasila, sila pertama ketuhanan Yang Maha Esa," janjinya.