close

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

32.6 C
Jakarta
Jumat, September 13, 2024

Kemenkes Terima Ratusan Aduan Bullying Dokter Spesialis, Sebagian Besar Tak Terbukti

spot_img

Jakarta – Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) menerima gelombang aduan terkait dugaan perundungan atau bullying di lingkungan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS). Data yang dihimpun Jabarpos.id menyebutkan, hingga saat ini, Kemenkes telah menerima sekitar 1.500 laporan terkait kasus ini.

Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI, Azhar Jaya, mengungkapkan bahwa dari total aduan tersebut, hanya 30 persen yang terbukti sebagai kasus bullying. Sisanya, setelah diteliti lebih lanjut, ternyata bukan termasuk tindakan perundungan.

Baca juga:  Tempat Pembakaran Sampah Berbahaya di Tangerang ditutup KLHK

Kemenkes Terima Ratusan Aduan Bullying Dokter Spesialis, Sebagian Besar Tak Terbukti

"Jadi, kita di Kemenkes itu terima hampir 1.500 laporan tentang bullying. 70 persen setelah kami dalami itu bukan bullying," ujar Azhar kepada Jabarpos.id saat ditemui di Hotel JW Marriot, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (19/8/2024).

Azhar menjelaskan bahwa Kemenkes tidak serta merta menindaklanjuti semua laporan bullying. Tim khusus dibentuk untuk menyelidiki setiap kasus, mencari bukti-bukti yang kuat, dan memastikan bahwa tindakan yang dilaporkan memang termasuk dalam kategori perundungan.

Baca juga:  Tabrakan Dua Truk di Tol Cipularang Tewaskan Sopir Boks

"Nah ini yang 30 persen kita tindak lanjuti. Jadi kita nggak serta merta, (menindaklanjuti) laporan bullying. Tapi kita cari dulu bukti-buktinya, kalau ternyata memang kuat kita tindak lanjuti dengan langkah-langkah pendisiplinan di lapangan," sambungnya.

Kemenkes juga menekankan pentingnya membedakan antara bullying dan hukuman yang bersifat mendidik.

"Namun sekali lagi, kita harus bedakan antara bullying sama manja. Harus dibedakan. Kalau misalnya namanya orang salah, dihukum bersifat mendidik, itu ok," kata Azhar.

Baca juga:  PKL Terlihat Berjualan Kembali di Jalan Pedati Bogor

"Tapi kalau sampai berhari-hari nggak pulang, itu nggak benar," sambungnya.

Azhar juga menegaskan bahwa hukuman terhadap peserta PPDS harus dilakukan secara terukur dan transparan.

"Marah terukur, hukuman terukur. Harus diketahui oleh dosennya dan DPJP. Jadi (dokter residen) boleh dihukum, tapi harus tanda tangan DPJP, sehingga bisa membuat mereka dalam tanda kutip tidak serampangan juga kerjanya," tutupnya.

spot_img

Berita Terpopuler

Mengerikan!!! Tahanan Narkoba Dibunuh di Rumah Tahanan Kelas 1 Depok

Depok | Jabar Pos - Kejadian tragis menimpa seorang tahanan berinisial RAJS (26), yang ditemukan meninggal dunia dengan sejumlah luka tusuk dan lebam di...

Prabowo Berikan Pesan Untuk Cabup Cawabup Bogor Rudy Susmanto-Jaro Ade

Bogor | Jabar Pos - Presiden RI terpilih, Prabowo Subianto sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra, menyampaikan pesan untuk Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil...

Ketua Yayasan LBH ‘Kami Ada’ Desak Penyelidikan Menyeluruh Terkait Kasus Kematian Napi di Rutan Depok

Depok | Jabar Pos - Kasus tragis yang menimpa RA, seorang narapidana di Rutan Kelas 1 Depok, mengguncang publik. RA ditemukan tewas dengan sejumlah...

Kaesang Diminta KPK Tunjukkan Bukti Bayar Jet Pribadi Jika Memang Bukan Gratifikasi

Bogor | Jabar Pos - Setelah sebelumnya ramai di media sosial, beredar video pasangan Kaesang Pangarep dan Erina Gudono yang sedang berpergian ke Amerika...

DPR Sepakati PKPU Pilkada, Akomodir Dua Putusan MK

Jakarta, Jabarpos.id - Komisi II DPR RI resmi menyetujui Rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Pilkada yang mengakomodir dua putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Keputusan...

Aktivis 98 Laporkan Hilangnya Kaesang Pangarep ke Polda Metro Jaya

Jakarta | Jabar Pos - Hilangnya Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Kaesang Pangarep dilaporkan oleh Aktivis 98 karena keberadaannya yang tidak diketahui. Antonius Danar,...
Berita terbaru
Berita Terkait