Jabarpos.id, Jakarta – Saham gorengan kembali menjadi sorotan tajam. Praktik manipulasi pasar ini, yang kerap merugikan investor ritel, bahkan sampai menarik perhatian Presiden Joko Widodo dan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.
Modus operandi saham gorengan adalah dengan mengerek harga secara artifisial oleh sekelompok oknum, yang biasa disebut "bandar". Tujuannya jelas, memancing investor ritel untuk ikut membeli, lalu menjualnya saat harga mencapai puncak dan meraup keuntungan besar.

Menkeu Purbaya bahkan menegur direksi Bursa Efek Indonesia (BEI) terkait maraknya saham gorengan. Ia mensyaratkan pembenahan masalah ini sebelum memberikan insentif yang diminta BEI. "Saya bilang belum saya kasih sebelum dia rapikan kondisi pasar modal kita, dimana banyak yang goreng-goreng tapi santai aja masih lenggang karena investor kecil jadi rugikan," tegas Purbaya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi juga mewanti-wanti agar skandal seperti yang menimpa konglomerat India, Gautam Adani, tidak terjadi di Indonesia. Jokowi meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk melakukan pemeriksaan detail terhadap kondisi makro dan mikro pasar modal.
Lalu, bagaimana cara mengenali ciri-ciri saham gorengan agar terhindar dari kerugian?
Praktik "menggoreng" saham memang sulit dibuktikan secara hukum, namun ada beberapa indikasi yang patut diwaspadai. Saham gorengan biasanya menunjukkan pergerakan harga yang tidak wajar, volume transaksi yang tiba-tiba melonjak, dan kapitalisasi pasar perusahaan yang relatif kecil.
Dalam dunia pasar modal, aksi manipulasi harga ini dikenal dengan berbagai istilah seperti cornering the market, marking the close, painting the tape, pooling trading, hingga wash selling. Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995 pun secara tegas melarang praktik-praktik ini melalui pasal-pasal yang mengatur tentang penipuan, manipulasi pasar, dan perdagangan orang dalam. Investor diharapkan lebih waspada dan berhati-hati dalam memilih saham agar tidak menjadi korban praktik goreng-menggoreng saham.





