Jabarpos.id, Jakarta – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah menyiapkan sejumlah opsi strategis untuk mengelola bank yang mengalami gagal bayar atau resolusi bank. Langkah ini diambil sebagai upaya proaktif dalam menjaga stabilitas sistem keuangan negara.
Sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 24 Tahun 2004, LPS memiliki peran krusial dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan penyelesaian bank gagal, baik yang berdampak sistemik maupun tidak. Untuk menjalankan tugas ini secara efektif, LPS memiliki wewenang untuk melakukan penyertaan modal sementara (PMS) hingga likuidasi.

Anggota Dewan Komisioner LPS, Didik Madiyono, menjelaskan bahwa dalam proses resolusi bank, LPS akan melakukan perhitungan biaya terendah (lower cost test) untuk menentukan opsi terbaik. "Jika biaya penyelamatan bank lebih mahal dibandingkan dengan melikuidasi, maka LPS akan meminta Bank Indonesia (BI) untuk mencabut izin usaha bank tersebut dan membayar simpanan nasabah," ujarnya dalam LPS Financial Festival Medan, Rabu (20/8/2025).
Didik menambahkan bahwa penjaminan LPS baru efektif setelah izin usaha bank dicabut. Jika dana nasabah hilang saat bank masih beroperasi, tanggung jawab berada di tangan manajemen bank. Investigasi mendalam akan dilakukan untuk mengetahui penyebab hilangnya dana, apakah karena kesalahan nasabah, sistem bank, atau faktor lainnya.
Lebih lanjut, dengan adanya undang-undang pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan, opsi resolusi bank diperluas dengan mekanisme purchase and assumption (P&A). Dalam skenario ini, aset bank yang masih baik (good bank) beserta simpanan yang dijamin akan dialihkan ke bank lain yang sehat. Selisih antara nilai aset baik dan simpanan yang dijamin akan ditanggung oleh LPS. Sementara itu, aset yang bermasalah (bad bank) akan diproses likuidasi.
Apabila belum ada bank yang bersedia melakukan P&A, LPS berwenang mendirikan bridge bank atau bank perantara. Aset bridge bank ini kemudian dapat dilakukan P&A atau dijual sebagai bank. "Di antara empat opsi tersebut, LPS mengembangkan metodologi analisis kuantitatif bernama least cost test untuk memilih opsi yang paling efisien," pungkas Didik.