Jabarpos.id, Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) dikabarkan menetapkan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook. Penetapan tersangka ini menjadi babak baru dalam penyelidikan yang telah berlangsung beberapa waktu terakhir.
Sebelumnya, Nadiem telah menjalani serangkaian pemeriksaan terkait kasus ini. Tercatat, ia telah diperiksa sebanyak dua kali, masing-masing pada tanggal 23 Juni dan 15 Juli lalu. Selain itu, Nadiem juga telah dicegah untuk bepergian ke luar negeri sejak 19 Juni 2025, selama enam bulan ke depan.

Nadiem Makarim, yang dikenal luas sebagai salah satu pendiri Gojek, sebuah perusahaan ride-hailing terkemuka di Indonesia, memulai karir di pemerintahan pada tahun 2019. Ia ditunjuk sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam Kabinet Indonesia Maju yang dibentuk oleh Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin.
Saat menjabat sebagai menteri, Nadiem tercatat melaporkan harta kekayaan yang cukup signifikan. Pada awal masa jabatannya, ia melaporkan total kekayaan sebesar Rp 1,23 triliun dengan utang sebesar Rp 185,36 miliar. Komponen terbesar dari kekayaannya adalah surat berharga senilai Rp 1,25 triliun.
Pada tahun 2022, kekayaan Nadiem dilaporkan melonjak menjadi Rp 4,87 triliun dengan utang Rp 790,76 miliar. Peningkatan ini didorong oleh nilai surat berharga yang meningkat pesat menjadi Rp 5,66 triliun. Kenaikan ini terjadi seiring dengan Initial Public Offering (IPO) PT Goto Gojek Tokopedia di Bursa Efek Indonesia, di mana Nadiem tercatat sebagai pemilik 522.053.000 (20,5%) saham.
Namun, dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) terakhir yang dilaporkan pada 31 Oktober 2024, harta Nadiem tercatat menyusut menjadi Rp 600,64 miliar setelah dikurangi utang sebesar Rp 466,23 miliar. Penurunan ini sejalan dengan penurunan signifikan nilai surat berharga yang dimilikinya menjadi Rp 926,09 miliar.
Dalam LHKPN tersebut, Nadiem juga tercatat memiliki tujuh properti dengan nilai Rp 57,79 miliar, serta dua alat transportasi dan mesin senilai Rp 2,25 miliar. Kasus ini masih terus bergulir dan menjadi perhatian publik.