Jabarpos.id, Jakarta – Pasar obligasi Prancis tengah bergejolak. Imbal hasil obligasi jangka panjang negara tersebut melonjak ke level tertinggi sejak tahun 2011 pada hari Selasa (2/9/2025), memicu kekhawatiran mendalam di kalangan investor. Situasi politik yang tidak menentu menjadi pemicu utama gejolak ini.
Pemerintahan Perdana Menteri Francois Bayrou berada di ujung tanduk. Mosi tidak percaya yang akan dibahas pekan depan, tepatnya Senin 8 September, mengancam keberlangsungan pemerintahannya. Ketidakpastian ini membuat investor was-was terhadap stabilitas ekonomi Prancis.

Jabarpos.id mencatat imbal hasil obligasi pemerintah Prancis dengan tenor 30 tahun melonjak tajam hingga mencapai 4,5%, naik signifikan dari 4,45% pada penutupan perdagangan hari Senin. Kenaikan ini mencerminkan kekhawatiran investor terhadap kemampuan Prancis membayar utang-utangnya di masa depan. Bahkan, imbal hasil obligasi 10 tahun Prancis hampir menyamai Italia, negara yang selama ini dikenal memiliki masalah anggaran yang kronis.
"Kenaikan biaya pinjaman Prancis ini adalah sinyal ketidakpercayaan yang sangat negatif dari para investor," kata Aurelien Buffault, manajer obligasi di perusahaan pengelola aset Delubac, seperti dilansir jabarpos.id dari AFP.
PM Bayrou tengah berjuang keras untuk mendapatkan dukungan dari berbagai partai politik. Ia berusaha meyakinkan mereka untuk menyetujui anggaran penghematan yang bertujuan untuk mengurangi tumpukan utang Prancis yang terus menggunung. Rencananya untuk menghemat sekitar US$51 miliar (Rp 837 triliun) melalui pengurangan jumlah hari libur dan pembekuan kenaikan belanja, ternyata tidak populer dan menuai banyak kritik.
Kathleen Brooks, direktur riset di platform perdagangan XTB, mengatakan bahwa "Kesulitan politik dan defisit anggaran yang tinggi bagaikan kriptonit bagi pasar obligasi saat ini, yang membuat Prancis menjadi incaran para investor obligasi." Situasi ini menempatkan Prancis dalam posisi yang sangat rentan dan membutuhkan solusi cepat untuk memulihkan kepercayaan pasar.