Jakarta | Jabar Pos – Setelah melihat berbagai inisiatif yang kontroversial di bawah naungan, mantan menteri pendidikan dan budaya Nadiem Makariem, pemerintah baru-baru ini mengusulkan untuk mereformasi sektor pendidikan dengan memperkenalkan kebijakan baru.
Sementara para analis mencatat bahwa kebijakan baru itu mungkin perlu, tetapi mereka juga memperingatkan bahwa terlalu banyak perubahan drastis dapat merugikan siswa.
Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, selama melakukan pertemuan koordinasi dengan kepala lembaga pendidikan secara nasional, pada Senin (11/11).
Gibran menuntut evaluasi menyeluruh terhadap sejumlah kebijakan yang bermasalah di sektor pendidikan, termasuk sistem pendaftaran zonasi.
Diperkenalkan pada tahun 2017 di bawah kepemimpinan mantan menteri pendidikan dan budaya Muhadjir Effendy.
Sistem zonasi ini dibuat untuk memastikan akses yang lebih adil ke sekolah negeri dan untuk menghilangkan sebutan “Sekolah favorit” dengan memberikan alokasi kursi yang lebih besar untuk siswa yang tinggal di dekatnya.
Kebijakan itu pun dirusak di bawah pengawasan Nadiem. Nadiem yang saat itu memperkenalkan kurikulum Merdeka Belajar (pembelajaran mandiri), yang bertujuan untuk mengembangkan metode yang lebih fleksibel dan efektif bagi para guru dengan fokus pada pembangunan karakter justru dinilai kurang tepat.
Sistem pendidikan negara mengalami kurangnya perbaikan sejak saat itu. Para ahli mencatat pada penurunan skor Indonesia dalam survei Program for International Student Assessment (PISA) terbaru.
Wakil Presiden Gibran, pada acara hari Senin (11/11) mengkritik kegagalan Nadiem untuk mengatasi keluhan publik tentang beberapa kebijakan pendidikannya.
Gibran yang saat itu mengirim surat keluhan kepada mantan menteri pendidikan itu, kala dirinya masih menjabat sebagai walikota Surakarta di Jawa Tengah, tetapi tidak mendapat respon dari Nadiem.
“Saya mengirim surat keluhan seputar kebijakan zonasi untuk pendaftaran siswa, program Merdeka Belajar dan ujian nasional. Tidak pernah ada tanggapan,” kata Gibran.
“Ketika kami pulang dari kamp pelatihan kabinet di Akademi Militer di Magelang, Oktober lalu, kami segera mulai berkoordinasi dan mengklik berbagai masalah,” tambah Gibran.
Terlepas dari kebijakan zonasi, pertemuan koordinasi itu juga membahas masalah kritis lainnya terkait perekrutan guru tidak tetap.
Nadiem yang sebelumnya berjanji untuk mempekerjakan dua juta guru ini di bawah sistem ketenagakerjaan negara (PPPK), tetapi gagal memenuhi target.
“Dua masalah ini benar-benar menarik perhatian kami, tetapi pak presiden mengatakan kepada kami untuk tidak terburu-buru. Kami akan mempelajari kebijakan-kebijakan ini dengan hati-hati,” kata menteri sekolah Abdul Mu’ti.
Abdul juga mengatakan bahwa dia sedang memikirkan untuk menghidupkan kembali ujian nasional upaya meningkatkan prestasi akademik negara, dan penelitian itu saat ini sedang berlangsung. (die)